Selamat hari pahlawan! Apa maksud seorang menyapa kawannya dengan salam
seperti itu setiap 10 November. Yah, memang siapa yang tidak tau dengan
pertempuran Surabaya, dimana Bung Tomo bersama arek-arek pejuang begitu gigih
mempertahankan tanah air dengan darah dan nyawa. Ooo.. mungkin, maksud dari
sang kawan adalah mengingatkan tentang daya juang arek-arek dalam membela merah
putih. Sejatinya kita selaku anak Bangsa, yang lahir di atas tanah yang diraih sendiri
oleh semangat yang berkobar-kobar, harus selalu hidup dalam semangat
perjuangan. Perjuangan yang dimaksud adalah kegigihan para pahlawan dalam
menegakan negara yang merdeka, negara yang adil dan beradab. Negara yang bersatu
dari sabang sampai merauke, tanpa pandang suku, agama, partai politik atau organisasi
kemasyarakatan, serta yang terpenting tercipta negara yang masyarakatnya saling
toleransi dan bergotong royong membangun kepentingan bersama.
Lalu, kalo memang setiap
kawan saling mengingatkan tentang itu pada setiap 10 November, kenapa negara
yang konon kaya raya ini seakan mandek
tak bergerak maju. Jepang, musuh kita selama 3,5 tahun dulu, sekarang sudah
melesat menjadi bangsa yang berpengaruh di dunia. Padahal, dunia tau Jepang
pada 1945 hancur lebur dibom atom Negara sekutu. (catatan : Jepang BUKAN PENJAJAH kita, kita tidak pernah dijajah
siapapun, yang ada kita berperang dengan Portugis, Belanda beserta sekutu dan
Jepang). Padahal jika kita selalu bersemangat dalam perjuangan persatuan,
pastilah Negara ini akan selalu bergerak maju, karena dengan semangat
persatuan, setiap elemen masyarakat akan berfikir untuk kemaslahatan Negara.
Sebenarnya apakah
selama ini peringatan hari pahlawan tidak ada gunanya? Atau cara mengingatkannya
kurang tepat, sehingga tidak memicu para kawan-kawan muda untuk selalu berjuang
dalam mewujudkan cita-cita bangsa? Entahlah.. yang terlihat saat ini adalah memang
terjadi semangat bertempur dikalangan muda, bahkan tua, yaitu bertempur
menggempur saudara sendiri. Tengok tragedi berdarah Lampung, tawuran siswa atau
mahasiswa dan banyak bentrokan-bentrokan lain di belahan Nusantara. Terjadi
pula semangat berdemokrasi dengan bertaburannya partai-partai politik. Namun
dengan partai-partai tersebut tidak menjadikan Indonesia yang heterogen ini
bersatu, malah terpecah-pecah berdasar kepentingannya masing-masing. Lihat saja
sandiwar-sandiwara apik di senayan (tempat
singgah sana para wakil rakyat), atau masing-masing partai berlomba-lomba meraih
‘korupsi award’. Lucunya, sitem
kepartaian ini juga dibangga-banggakan dikampus kita, Faperta Unsoed. Konon
katanya biar sistem pemerintahan kampus, sama seperti sistem negara Indonesia.
Bangga gontok-gontokan saling memegang kepentingan? Wow banget, kalo begitu.
Pada akhirnya keadaan
hanya begini-begini saja. Ditengah generasi boyband, ciyuss dan Wow, kebanyakan
orang tak ubahnya menjadi individu-individu yang berfikir praktis dan latah. Jangankan
berjuang berdarah-darah bertamengkan nyawa, berfikir untuk kepentingan banyak
orang pun tak mau. Kebanyakan hanya berfikir bagaimana kepentingan individunya
atau golongannya mulus tanpa putus. Sungguh kejam generasi ini..
Baiklah, pada momentum
yang berharga ini. Sejenak kita berfikir, yang sudah biarlah sudah. Lupakan! Kita
ini, orang-orang keturunan para gerilyawan. Semangat dan nilai perjuangan
selalu melekat dalam jiwa raga. Apalagi kita hidup berkeliaran di dalam
institusi bertitel Panglima Besar Jenderal Soedirman. Rasanya ironis saja jika cucu-cucu
Pak Dirman hanya bermentalkan ciyuss dan wow. Monggo, segera berfikir,
pantaskah kita menyandang sebagai cucu para pahlawan yang bermentalkan semangat
patriotisme? BUKTIKAN!